SPASI SULSEL.COM – Makassar Di tengah hiruk pikuk pembangunan kota yang terus meluas, tuduhan serius muncul terhadap aparat kepolisian Makassar. Seorang warga, Richard P. Jones, menuduh Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Makassar membiarkan proyek jalan yang disebutnya ilegal di kawasan Riverside, Antang.
Dalam surat keluhan bertanggal 7 November 2025, Richard menulis dengan nada getir: “Polisi seharusnya menegakkan hukum, bukan membantu pihak yang melanggarnya.” Surat itu dialamatkan langsung kepada AKP Jeriadi, S.H., M.H., Kepala Unit III Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Makassar.
Pembangunan Tanpa Amdal
Keluhan tersebut menyoroti proyek jalan sepanjang enam kilometer yang disebut digarap oleh Kalla Group. Richard menyatakan pembangunan dimulai tanpa dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang merupakan sebuah prasyarat hukum berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 4 Tahun 2021.

Ia menilai ketergesaan proyek ini sebagai bentuk pengabaian terhadap hukum lingkungan.
“Pekerjaan konstruksi tidak boleh dimulai sebelum Amdal disetujui secara resmi. Namun proyek ini berjalan tanpa dasar hukum,” tulisnya.
Selain ketiadaan izin, Richard menyebut tak ada papan informasi proyek di lokasi, sebagaimana diwajibkan regulasi.
“Publik berhak tahu siapa yang bertanggung jawab atas proyek ini, siapa kontraktornya, berapa biayanya, dan berapa lama akan dikerjakan. Namun yang terlihat hanya alat berat dan tumpukan tanah,” ungkapnya.
Dua Jembatan Misterius
Richard juga menyoroti pembangunan dua jembatan besar di kilometer 2,62 yang disebut hampir rampung sejak Juli 2025. Ia menuduh proyek tersebut dilakukan tanpa pemberitahuan kepada warga sekitar.
“Tidak ada transparansi, tidak ada partisipasi publik,” katanya. Ia juga melaporkan pengerjaan gorong-gorong di kilometer 1,89 dan penimbunan tanah besar-besaran di sepanjang dua kilometer awal proyek. Menurutnya, sekitar 200 truk tanah dikerahkan pada 10 Oktober lalu tanpa satu pun izin resmi.
Diamnya Polisi
Richard mengaku telah melaporkan dugaan pembangunan ilegal ini sejak 21 Agustus 2025, namun tak ada tindakan tegas dari kepolisian.
“Sudah lebih dari dua bulan, polisi tidak melakukan apa pun. Ini pelanggaran yang terlihat jelas di depan mata — flagrante delicto,” tulisnya. Ia menduga ada campur tangan pihak perusahaan dalam lambannya penanganan kasus ini.
“Saya yakin ada upaya untuk menunda agar proyek selesai dan menjadi fait accompli — keadaan yang tidak bisa lagi diubah,” ujarnya.
Bayangan Politik Lokal
Kritik Richard tak berhenti di situ. Ia menyinggung acara groundbreaking proyek tersebut pada 10 Oktober 2025, yang dihadiri langsung oleh Wali Kota Makassar bersama perwakilan Kalla Group.
Menurutnya, acara seremonial itu memperlihatkan bagaimana pemerintah kota dan korporasi melangkah tanpa dasar hukum yang memadai.
“Mereka memamerkan proyek di media dan situs resmi pemerintah, padahal izin lingkungan belum ada. Ini bukan sekadar kelalaian administratif, ini bentuk pengabaian hukum,” katanya.
Keheningan dari Semua Pihak
Hingga laporan ini diterbitkan, Polrestabes Makassar belum memberikan tanggapan atas tuduhan tersebut. Upaya konfirmasi kepada AKP Jeriadi dan bagian Humas Polrestabes tidak mendapat jawaban.
Begitu pula Kalla Group dan Pemerintah Kota Makassar, yang hingga kini belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait dugaan pelanggaran izin lingkungan dalam proyek Jalan Riverside.
Sementara itu, Richard mengatakan dirinya akan melanjutkan laporan ke Inspektorat Kepolisian untuk menyelidiki dugaan pelanggaran etik aparat. Ia menegaskan bahwa diamnya lembaga penegak hukum terhadap proyek yang melanggar aturan bukan sekadar kelalaian, tapi ancaman terhadap keadilan itu sendiri (**)
(Ab)






