SPASISULSEL.COM — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar kembali mengintensifkan sosialisasi regulasi daerah melalui kegiatan penyebarluasan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penyusunan Produk Hukum Daerah.
Kegiatan ini berlangsung di Hotel MaxOne Makassar, Jalan Taman Makam Pahlawan, Jumat (5/12/2025), dan dihadiri berbagai unsur masyarakat, akademisi, praktisi hukum, serta perwakilan pemerintah kota.
Kegiatan dibuka oleh Anggota DPRD Makassar, Prof. Dr. Hj. Apiaty K. Amin Syam, yang menegaskan pentingnya masyarakat memahami proses pembentukan regulasi daerah agar pelaksanaan pemerintahan dapat berjalan transparan, terukur, dan berlandaskan hukum yang kuat.
Dalam sambutannya, Prof. Apiaty menilai Perda No. 4 Tahun 2019 memiliki peran strategis dalam menjamin bahwa setiap kebijakan daerah disusun secara sistematis dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menurutnya, kualitas produk hukum sangat menentukan keberhasilan tata kelola pemerintahan daerah.
“Masyarakat harus melek regulasi. Produk hukum daerah adalah dasar dari setiap kebijakan pemerintah. Jika penyusunannya tidak terarah, maka implementasinya juga tidak akan maksimal,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa DPRD Makassar akan terus mendorong peningkatan kualitas pembentukan perda, termasuk memperluas pemahaman masyarakat mengenai tahapan penyusunannya.
Sosialisasi ini menghadirkan deretan narasumber dari berbagai bidang, mulai dari akademisi, praktisi hukum, hingga pejabat pemerintah. Di antaranya Prof. Dr. Muin Fahmal, SH, MH Guru Besar Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Wiryawan Batara Kencana, Pengacara dari institusi Kejaksaan, Asma Suharti, Pejabat Fungsional Hukum Pemerintah Kota Makassar.
Ketiganya memberikan pemaparan mendalam terkait prinsip utama penyusunan produk hukum daerah, mulai dari metode perumusan, harmonisasi, hingga uji publik yang wajib dilakukan sebelum sebuah perda disahkan.

Guru Besar Hukum UMI, Prof Muin Fahmal, menegaskan bahwa regulasi daerah bukan hanya formalitas administratif, tetapi harus benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat. Ia menilai penyusunan perda harus mengacu pada pendekatan akademik yang kuat.
“Produk hukum harus berangkat dari kebutuhan publik, bukan sekadar penyelesaian tugas birokrasi. Di sinilah pentingnya analisis akademik sebelum sebuah perda disahkan,” kata Prof Muin.
Ia menambahkan bahwa pemerintah wajib melibatkan publik secara luas untuk memastikan perda memiliki dampak nyata.
Sementara itu, narasumber dari Kejaksaan, Wiryawan Batara Kencana, menyoroti pentingnya harmonisasi antarperaturan agar tidak terjadi tumpang tindih antara kebijakan daerah dan peraturan di level nasional.
“Banyak persoalan hukum muncul karena regulasi daerah tidak selaras dengan aturan yang lebih tinggi. Harmonisasi adalah langkah krusial agar kebijakan daerah tidak menimbulkan sengketa hukum di kemudian hari,” jelasnya.
Wiryawan menekankan bahwa penyusunan produk hukum harus mengutamakan kepastian hukum dan asas keterbukaan.
Pejabat Fungsional Hukum Pemkot Makassar, Asma Suharti, memaparkan bahwa pemerintah kota terus meningkatkan kapasitas aparatur dalam menyusun naskah akademik dan rancangan perda. Menurutnya, Perda No. 4 Tahun 2019 menjadi pedoman penting bagi seluruh perangkat daerah.
“Pemkot Makassar berkomitmen penuh dalam memperbaiki kualitas regulasi. Setiap rancangan kebijakan harus melalui telaah hukum yang ketat agar implementasinya tidak menimbulkan persoalan di lapangan,” jelas Asma.
Ia juga mengapresiasi DPRD Makassar yang konsisten memperluas sosialisasi perda kepada masyarakat. Kegiatan sosialisasi ini mendapat respons positif dari peserta. Mereka menilai bahwa edukasi mengenai penyusunan produk hukum daerah sangat penting, mengingat perda menjadi instrumen utama dalam mengatur kehidupan masyarakat di tingkat kota.
Ia menegaskan bahwa sosialisasi akan terus dilaksanakan guna memperkuat sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan kalangan akademik dalam membangun regulasi yang lebih responsif, profesional, dan berbasis kebutuhan publik. (*)






