SPASISULSEL.COM – Makassar, Kemenag RI _ Menteri Agama RI Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A. menghadiri dan memberikan sambutan dalam perayaan Dedikasi Gereja Katolik “Hati Yesus yang Mahakudus” Katedral Makassar,
Acara ini menandai pemberkatan kembali Gereja Katedral Makassar oleh Nuncio Apostolik Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero Pioppo, dan menjadi momentum bersejarah bagi umat Katolik di Indonesia Timur Dalam perayaan yang dihadiri lebih dari 1.200 umat dan undangan, Menteri Agama hadir bersama sejumlah tamu kehormatan, di antaranya Uskup Agung Makassar Mgr. Fransiskus Nipa, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC, Dirjen Bimas Katolik Kemenag RI, Forkopimda Sulsel, Wali Kota Makassar, Konjen Jepang untuk Makassar, dan para Uskup Se-Indonesia.
Dalam sambutannya, Menag Nasaruddin Umar yang baru kembali dari kunjungan resmi ke Vatikan, mengungkapkan rasa syukur dan bangganya dapat menyaksikan langsung semangat kebersamaan antarumat beragama di Makassar.
Beberapa hari lalu saya berbicara dengan Paus Leo tentang pentingnya holy peace, bukan holy war. Hari ini, di Makassar, saya melihat kedamaian yang suci itu hadir di tengah-tengah kita,” tutur Menag.

Menurut Menag, Dedikasi Gereja Katedral Makassar bukan hanya peristiwa keagamaan bagi umat Katolik, tetapi juga simbol persaudaraan universal Katedral ini bukan hanya rumah doa bagi umat Katolik, tetapi rumah persaudaraan bagi semua yang mencintai damai. Dari Makassar, dunia bisa belajar bagaimana Indonesia mempraktikkan harmoni yang sejati,” ujarnya disambut tepuk tangan meriah.
Menag menegaskan, rumah ibadah dari berbagai agama harus menjadi oasis spiritual yang menumbuhkan cinta kasih, kesantunan publik, dan keadaban sosial Semakin banyak rumah ibadah, semakin banyak ruang untuk manusia menyadari kehadiran Tuhan. Gereja, masjid, pura, dan vihara adalah tempat yang menumbuhkan kasih dan mengikis kebencian,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya memperkuat nilai-nilai moderasi beragama melalui pendekatan kultural dan spiritual, bukan konfrontatif.
“Seperti Wali Songo di Jawa, para tokoh iman di Sulawesi juga memadukan nilai-nilai universal agama dengan budaya lokal. Katolik 100 persen, tapi juga Indonesia 100 persen. Bugis 100 persen, tapi juga Katolik 100 persen. Itulah harmoni sejati,” ujar Menag.
Menag kemudian memperkenalkan dua gagasan besar yang kini tengah digarap Kementerian Agama: Kurikulum Cinta dan Ekoteologi.
“Semua agama intinya adalah cinta. Kalau ada yang mengajarkan kebencian, itu bukan agama, tapi penyimpangan dari ajaran agama,” tegasnya.
Menurut Menag, Kurikulum Cinta akan menjadi basis pendidikan karakter lintas iman yang menumbuhkan empati dan kasih antarumat. Sedangkan Ekoteologi mendorong umat beragama untuk membangun hubungan yang seimbang antara manusia, alam, dan Tuhan.
“Kita perlu menaikkan trilogi kerukunan ke tingkat baru
tidak hanya antarumat dan pemerintah, tapi juga antara manusia, alam semesta, dan Tuhan. Bumi adalah rumah bersama yang harus kita jaga dengan cinta,” jelasnya.
Menag menyampaikan apresiasi kepada Uskup Agung Makassar dan seluruh panitia pembangunan Katedral atas dedikasi dan kerja keras mereka Lebih baik rumah ibadah yang megah daripada rumah maksiat yang megah. Tapi yang lebih penting dari membangun gedungnya, adalah membangun umatnya agar rumah ibadah ini hidup, bersih, dan ramai oleh doa,” pungkas Menag.
Dalam rangkaian acara, ditandai penandatanganan prasasti Peresmian Gereja Katedral Makassar. Dari Katedral Makassar, gema kasih dan perdamaian itu kembali menggema — mengingatkan seluruh umat beragama di Indonesia bahwa iman sejati selalu memuliakan Tuhan, mencintai sesama, dan menjaga bumi pertiwi.(Diah)
(Abu)






